Merawat perkawinan ? Mudah-mudah gampang...nah lo!

Ditulis oleh : Abdul Hanan

Tanggal : 2014-04-30


Minggu-minggu pertama perkawinan biasanya isinya manis-manis....aja, seolah dunia milik pengantin baru aja dan yang lainnya kontrak. Makan saling suap-suapan, panggilan masih beibh, say, cin, pokok yang indah-indah. Sering berjalannya waktu mulai muncul konflik, yang bisa datang secara intern (dari pasangan sendiri) atau bahkan dari lingkungan (mayoritas keluarga pasangan). Konflik dalam perkawinan beberapa pasangan menginternalisasi konflik sehingga ketika sudah damai konflik tak lagi dibicarakan “ah sudahlah mau gimana lagi, walau begitu itu laki/bini gue, mau diapakan lagi?”, keadaan ini sungguh bahaya karena konflik ditimbun di alam bawah sadar yang suatu saat timbunan konflik akan meledak dan pasangan seolah-olah nggak ada bagus-bagusnya. Ada lagi yang dar der dor terus setiap hari, perkara jorok lah, nggak punya duit lah, cemburu lah, dll. Setiap ada konflik seperti kabel telanjang aja langsung wush lhar. Endingnya? Perselingkuhan, perkawinan sakit dan perceraian sehat. Wah ada lagi istilahnya. 
 
Mengapa harus ada istilah perkawinan yang sakit dan perceraian sehat kalau masing-masing pasangan mengerti “bagaimana merawat perkawinan agar selalu sehat?”
  1. Cinta dan kasih sayang memberi bukan menuntut: mencintai seseorang adalah menempatkan kebutuhan dan kepentingan kita setelah kebutuhan dan kepentingan orang yang kita cintai.
  2. Quality time: perhatikan kualitas waktu yang dihabiskan bersama bukan kuantitasnya. Kiat waktu yang berkualitas adalah melakukan aktivitas yang melibatkan seluruh anggota keluarga.
  3. Bersabar terhadap kekurangan pasangan: tingkat kesabaran yang tinggi sangat dibutuhkan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Mau belajar menurunkan egoisme dan saling memahami pasangan akan memperkokoh bangunan keluarga yang dibentuk.
  4. Tidak membandingkan pasangan dengan orang lain: Kekurangan manusia adalah cenderung membandingkan apa yang tidak dimilikinya sehingga yang selalu tampak adalah kelebihan milik orang lain dan kekurangan adalah milik diri. Efeknya sering terjadi pasangan yang membandingkan istri/suaminya dengan orang lain, baik karakter, sifat, maupun fisik. Hal tersebut adalah jalan menuju kehancuran perkawinan.
  5. Pusatkan perhatian pada kebaikan pasangan, seraya menerima kekurangannya. Dengan menanamkan cara pemikiran tersebut maka akan muncul syukur dan merasa menjadi orang yang beruntung.
  6. Menghormati dan menghargai pasangan: penghormatan dan penghargaan seorang suami terhadap istri (atau sebaliknya) tak lain merupakan cerminan penghormatan dan penghargaan kepada dirinya sendiri.
  7. Hindarkan sejauh mungkin “bermain mata” dengan orang lain: seorang suami harus mengosongkan hatinya dari kecintaan selain kepada istrinya. Demikian pula istri tidak boleh “memandang” siapapun kecuali kepada suaminya disamping sesuai ajaran islam, hal ini merupakan penyangga kokoh bangunan perkawinan dan keluarga.
  8. Saling menasehati dan saling mendukung antara suami-istri menjadi sangat penting. Masing-masing hendaknya saling mengingatkan ketika yang lain menunjukkan sikap atau melakukan tindakan yang tidak baik.
  9. Keep an open mind: Seorang suami maupun istri berhak memberikan argumentasi atas pendapat yang dikemukakannya. Akan tetapi, semua itu harus tetap disandarkan pada keterbukaan pikiran dan menempatkan ketentraman hubungan keluarga sebagai prioritas utama.
  10. Menahan marah, maafkan dan mengucapkan terimakasih: sangatlah penting juka setiap suami istri selalu mengendalikan amarah dan menyalurkan amarah lebih terkendali dengan mendiskusikan masalah hingga diperoleh penyelesaiannya. Yang lebih penting, setiap suami istri siap dengan permohonan maaf karena dengan kesediaan meminta maaf, pasangan suami istri terhindar dari menguras energi ketika berada dalam ketegangan dan pertengkaran, yang juga akan melapangkan dada. Selain itu, pasangan suami istri perlu pula membiasakan diri mengucapkan terimakasih sebagai bentuk penghargaan paling sederhana antar pasangan.
  11. Menjaga kebugaran dan penampilan setiap saat: karena perkawinan melibatkan dua orang, demi memastikan tiadanya kemacetan dalam beraktifitas, setidaknya salah satu pasangan dalam satu waktu tertentu tetap bisa menjaga tubuhnya agar tetap fit.
  12. Kesibukan pasangan suami istri bekerja:pasangan suami isrti bekerja harus selalu saling memahami kesulitan dan keterbatasan masing- masing akibat pekerjaan yang mereka geluti dan menjadi rutinitas sehari-hari.
Dari beberapa tips perawatan perkawinan di atas diharapkan pasangan muda maupun yang sudah berketurunan mampu mulai memberi koreksi bagi diri masing-masing agar perkawinan menjadi harmonis sehingga tidak perlu ada istilah perkawinan sakit dan perceraian sehat. 
 
 
 
Pustaka:
Imam Ali Zainal Abidin. Ash-shahifah as-sajjadiyah.Jakarta: Lentera.2004
Chatib munif. orangtuanya manusia.Bandung.Kaifa.2012
 
XPF