Profesionalisme Bidan dalam Meningkatkan Kualitas Layanan

Istilah profesionalisme mengandung makna dua istilah, yaitu profesional dan profesi. Profesional adalah keahlian dalam suatu bidang. Dengan demikian,  seseorang dikatakan profesional bila ia memiliki keahlian dalam suatu bidang yang ditandai dengan kemampuannya dalam menawarkan suatu jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya serta mendapatkan gaji dari jasa yang telah diberikannya. Selain itu, dia juga merupakan anggota dari suatu entitas atau organisasi yang didirikan sesuai dengan hukum di sebuah negara atau wilayahnya. Meskipun demikian, tidak semua orang yang ahli dalam suatu bidang bisa dikatakan profesional, karena profesional memiliki karakteristik yang harus dipenuhi, yaitu: memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan melalui pendidikan formal dan non formal yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya.
    
Sedangkan yang disebut dengan profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi/perkumpulan profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Meskipun profesi merupakan sebuah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan pekerjaan yang lain, yaitu: keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan teoretis; asosiasi profesional; pendidikan yang ekstensif; menempuh ujian kompetensi; mengikuti pelatihan institutional; lisensi; otonomi kerja; memiliki kode etik; mampu mengatur diri; layanan publik dan altruisme; meraih status dan imbalan yang tinggi.
    
Bidan Sebagai Tenaga Kesehatan
Definisi bidan terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan. ( 50 Tahun IBI, 2006: 15)
    
Sedangkan kebidanan sendiri merupakan ilmu sintesa berbagai disiplin ilmu (multidisiplin) yang terkait dengan pelayanan kebidanan, meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu sosial, ilmu perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat, dan ilmu manajemen untuk dapat memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa prakonsespsi masa hamil, ibu bersalin, post partum, bayi baru lahir. Pelayanan tersebut meliputi pendeteksian keadaan abnormal pada ibu dan anak, melaksanakan konseling dan pendidikan kesehatan terhadap individu, keluarga, dan masyarakat (50 Tahun IBI, 2006: 125).

Dari paparan diatas maka jelas bahwa bidan merupakan suatu profesi yang profesional, dimana seorang bidan bisa menjalankan pekerjaanya jika telah menyelesaikan program pendidikan kebidanan, yang diakui Negara tempatnya berada, dan memenuhi kualifikasi yang diperlukan untuk dapat terdaftar dan / atau izin resmi untuk melakukan praktik kebidanan.

Dengan mengikuti pendidikan kebidanan maka seorang bidan terus dilatih dan dituntut untuk mampu serta menguasai kompetensi yang dibutuhkan dalam bidang pekerjaannya. Dari situlah maka ilmu yang diperoleh akan diaplikasikan secara terus-menerus, terutama ketika terjun langsung di masyarakat. Hal inilah yang menjadikan bidan semakin ahli dalam bidangnya. Bermula dari anggapan masyarakat yang mengakui keahlian bidan, maka seorang bidan disebut professional.  

Dari sejarah perkembangan kebidanan di dunia, bidan merupakan wanita yang dipercaya untuk mendampingi ibu-ibu ketika dalam proses persalinan sampai sang ibu dapat merawat bayinya dengan baik. Hal ini yang menjadikan bidan sebagai suatu profesi yang diakui dan dihormati oleh masyarakat karena tugasnya yang mulia. Bahkan hal ini sudah terjadi sejak beberapa abad yang lalu. Yang ditandai dengan dimulainya pendidikan formal untuk bidan di amerika serikat pada tahun 1765, dibukanya pendidikan bidan pertama kali di Australia pada tahun 1862, serta terbitnya buku tentang praktik kebidanan di inggris pada tahun 1902. (Dwana Estiwidani, dkk., 2000: 30-48)

Di Indonesia sendiri perkembangan pendidikan bidan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan pendidikan kebidanan di Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda, yaitu sejak tahun 1851 oleh dokter W.Bosch. Dengan berbagai proses yang panjang, pada tahun 1981 berhasil dibuka program D1 kebidanan, namun program ini tidak bertahan lama. Sampai pada akhirnya diadakan berbagai progam pendidikan bidan seperti PPB, PPB-A, PPB-B, dan PPB-C. Pada 1996 dibuka Program D-III Kebidanan atau Akademi Kebidanan dikota – kota besar di Indonesia. Awalnya program ini hanya menerima peserta didik dari lulusan  bidan yang disebut dengan program khusus, dengan lama pendidikan 5 semester. Program inilah yang masih berkembang dan diakui hingga saat ini. Pendidikan bidan pun berkembang pesat dengan  dibukanya Pendidikan D-IV Bidan pendidik di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yaitu pada tahun 2000 dan Pendidikan S-2 Kebidanan di Universitas Padjadjaran Bandung dengan peserta didik dari lulusan D-IV Bidan Pendidik dan lama pendidikan selama 2 Tahun pada tahun 2006.  Dan dengan dibukanya Pendidikan S-1 Kebidanan pada tahun 2009 semakin menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan Kebanan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. ( Dwana Estiwidani, dkk., 2000: 24-30)

Perkembangan pendidikan Kebidanan yang sedemikian rupa menunjukkan profesionalisme bidan sebagai tenaga kesehatan. Meskipun dalam prosesnya sering mengalami pasang surut, namun pada akhirnya pembentukan jenjang pendidikan yang lebih tinggi pun dapat terealisasi.

Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan penerapan ilmu kebidanan melaui asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan, mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana termasuk kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat. Namun agar seorang bidan diakui keberadaanya dan dapat menjalankan praktiknya maka bidan harus mampu untuk memenuhi tahap legislasi. Legislasi adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat hukum melalui serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi (pengaturan kewenangan), dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan). Peran legislasi ini, diantaranya: menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa
profesi dan profesi sendiri. Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan professional.

Pada tahap sertifikasi, ditempuh calon bidan melalui proses pendidikan formal dan non formal untuk memperoleh dua bentuk pengakuan kelulusan yang berupa ijazah dan sertifikat. Dari tahap sertifikasi ini kemudian berlanjut ke tahap registrasi.

Tahap registrasi

Tahap registrasi ditempuh bidan guna memperoleh SIB (Surat Izin Bidan). SIB berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui. SIB tidak berlaku lagi karena: dicabut atas dasar ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, habis masa berlakunya, tidak mendaftar ulang, dan atas permintaan sendiri. SIB sendiri merupakan dasar untuk penerbitan lisensi praktik kebidanan atau SIPB (Surat Ijin Praktik Bidan). Dan menurut Kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/2002, SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.


Tahap lisensi.
Bidan yang praktik harus memiliki SIPB, dan untuk memperoleh SIPB seorang bidan harus mendapatkan Rekomendasi dari organisasi profesi setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan praktik bidan. Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan inilah yang diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji Kompetensi bagi bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji Kompetensi sekarang ini baru pada tahap uji coba di beberapa wilayah, namun terdapat beberapa propinsi yang menerapkan kebijaksanaan daerah untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, misalnya propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta dan beberapa propinsi lainnya, dengan menempatkan Uji Kompetensi pada tahap pengajuan SIB. Uji Kompetensi masih dalam pembahasan termasuk mengenai bagaimana dasar hukumnya. Dengan diselenggarakannya Uji Kompetensi diharapkan bahwa bidan yang menyelenggarakan praktik bidan adalah bidan yang benar-benar kompeten. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan, mengurangi Medical Error atau malpraktik dalam tujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak.

Dalam rancangan Uji Kompetensi apabila bidan tidak lulus Uji Kompetensi, maka bidan tersebut menjadi binaan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) setempat. Materi Uji Kompetensi sesuai 9 area kompetensi dalam standar profesi bidan Indonesia. Namun demikian Uji Kompetensi belum dibakukan dengan suatu dasar hukum, sehingga baru pada tahap draft atau rancangan. (Heni Puji Wahyuningsih, 2008: 41-47).

Dalam menjalankan praktiknya, bidan memiliki beberapa area dalam memberikan pelayanan kebidanan, area tersebut didasari pada standar pelayanan kebidanan serta kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan. Bertitik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi: safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus; family planning; penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi; kesehatan reproduksi remaja; kesehatan reproduksi pada orang tua. (http://bidanshop.blogspot.com).
Adapun sasaran pelayanan kebidanan ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :

  1. Layanan Primer yaitu layanan bidan yang sepenuhnya menjadi anggung jawab bidan.
  2. Layanan Kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
  3. Layanan Rujukan yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke system layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.(http://bidanshop.blogspot.com)

Pelayanan kebidanan ini akan terlaksana pada saat bidan melakukan suatu asuhan kebidanan. Asuhan kebidanan ini dilaksanakan berdasarkan pedoman menejemen kebidanan (pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis) yang disebut dengan 7 langkah Varney, yaitu: pengkajian data; merumuskan, menganalisa, menginterpretasikan, mengidentifikasi diagnosa dan masalah bedasarkan pengkajian data; merumuskan diagnosa dan masalah potensial; menetapkan kebutuhan tindakan segera; menyusun rencana asuhan secara menyeluruh; implementasi; dan evaluasi. (Hellen Varney, dkk. 2006: 26-27)

Untuk memberikan suatu pelayanan kebidanan yang profesional, bidan harus memahami serta mengimplementasikan standar pelayanan kebidanan yang telah ditetapkan oleh profesi, yaitu:

STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN

Pelayanan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan filosofi bidan

STANDAR II : ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan, standar pelayanan dan prosedur tetap. Pengelolaan pelayanan yang kondusif, menjamin praktik pelayanan kebidanan yang akurat.

STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN
Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengeloaan sumber daya manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.

STANDAR IV : FASILITAS DAN PERALATAN
Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.

STANDAR V : KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.

STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

STANDAR VII : STANDAR ASUHAN
Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

STANDAR VIII : EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 369/MENKES/SK/III/2007)
Dengan adanya standar pelayanan kebidanan ini, diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kebidanan di Indonesia. Peningkatan pelayanan kebidanan sendiri dapat dimulai dari aspek pendidikan. Dari pendidikan formal, bidan memperoleh standar kompetensi kebidanan, yang di dalamnya mengandung sembilan kompetensi yang harus dipenuhi oleh bidan, yaitu:

  • Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya;
  • Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua;
  • Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu;
  • Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir;
  • Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat;
  • Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan;
  • Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun);
  • Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat;
  • Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
  • (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 369/MENKES/SK/III/2007)

Tidak hanya dari pendidikan formal bidan dapat mengembangkan pelayanan kebidanan, tetapi juga dari pendidikan non formal yang berupa pelatihan-pelatihan  yang berkesinambungan yang diselanggarakan oleh profesi. Dengan adanya pelatihan-pelatihan ini diharapkan bidan dapat mengembangkan diri dan kemampuannya, sehingga bidan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas.(Editor : A.Zani Pitoyo)

 

Daftar Pustaka
  1. Estiwidani, Dwana, dkk. 2008. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
  2. Febrina. Sejaraqh Perkembangan Pelayanan Kebidanan. (Online: http://bidanshop.blogspot.com/2010/01/sejarah-kebidanan-di-indonesia.html, diakses tanggal 10 Februari 2011)
  3. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA No. 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
  4. Kurnia, S. Nova. 2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Panji Pustaka
  5. Sofyan, Mustika dkk. 2006. 50 Tahun IBI. Jakarta: PP IBI Indonesia
  6. Wahyuningsih, Heni Puji. 2008. Etika Profesi Kebidanan. Jogyakarta: Fitramaya
  7. Varney, Hellen, dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta: EGC