Stres Pada Balita..................Apa Iya?

Banyak yang menganggap kalau stress hanya diderita oleh mereka yang telah dewasa. Padahal balita bahkan bayipun bisa stres. Bagaimana bisa balita stress, padahal anak kecil kan belum punya banyak pikiran, apalagi bayi, rasanya mustahil kalau mereka bisa stress. Ungkapan diatas seringkali terdengar dari beberapa ibu muda yang tidak percaya kalau balita mereka bisa stres, mereka beranggapan bahwa balita mereka hanya rewel, atau sedang tidak enak badan. Bagaimana sih mengenali balita yang stress dan bagaimana ya menghadapinya?

Gejala-gejala balita stress

Menunjukkan sikap yang berbeda dari biasanya, karena kemampuan verbal belum berkembang sempurna maka si kecil menunjukkan kondisi stress dengan perilaku negatif, seperti rewel, nangis sepanjang hari, marah-marah, tidak mau makan, pendiam, manja, selalu minta gendong atau bahkan kelewat aktif untuk menarik perhatian. Keadaan tersebut seringkali membuat orangtua jengkel dan menjadi kurang peka dan kondisi yang terburuk adalah orangtua balas memarahi si kecil atau malah acuh tak acuh. Bila si kecil menunjukkan beberapa tanda di atas maka orangtua harus menjadi lebih peka dan segera mencari tau penyebabnya. Karena jika tidak ada tindakan maka anak akan merasa apa yang dilakukannya seperti rewel, manja, merajuk, mogok makan, dll boleh dilakukan, sehingga jika si kecil mengalami kondisi ketegangan yang sama akan menunjukkan perilaku negatif yang sama juga.

Faktor penyebab balita stress

Terjadinya stress pada balita bisa disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pada faktor eksternal pemicu stressnya sama dengan yang terjadi pada orang dewasa. Stress pada bayi atau balita seringkali muncul karena pengharapan yang tidak terpenuhi. Pengharapan tersebut tidak hanya pengharapan materi seperti mainan, baju atau air susu. Tetapi yang sering terjadi adalah pengharapan kasih sayang, kebutuhan rasa aman dan nyaman dari kondisi yang membuatnya tertekan. Karena itu tidak mengherankan jika tanda2x stress pada balita nyaris sama juga dengan tanda-tanda yang menyertai ketegangan jiwa orang dewasa.

Stress pada balita juga sering disebabkan karena perilaku emosi yang diperlihatkan orangtuanya. Indera yang dimiliki balita secara alami telah mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga bisa merasakan sesuatu yang ada diluar dirinya, termasuk perubahan emosi yang ditunjukkan orangtuanya. Orangtua yang sedang dalam kondisi cemas dan stress bisa saja tanpa disadari telah menularkan stress yang dialami pada bayi yang diasuhnya. Sehingga tidak heran apabila orangtua sering merasa cemas atau marah-marah maka anaknyapun cenderung rewel serta menunjukkan perilaku stress lainnya. Oleh karena itu orangtua yang secara psikologis sedang tidak sehat sebaiknya bisa menahan diri dan tidak menunjukkan perubahan emosinya pada balitanya.

Faktor internal pemicu stress pada bayi seringkali adalah sifat alami yang dialami bayi atau balita. Ada beberapa balita yang secara spesifik daya kontrol emosinya lemah sehingga ketika menglami sedikit hal yang mengganggu segera saja pemicu stressnya muncul.

Bagaimana menghindarinya?

  1. Sebisa mungkin segera memenuhi keinginan si kecil sepanjang tidak membawa dampak negatif. Contohnya yaitu ketika si kecil bangun tidur sesegera mungkin gendong, peluk cium atau memberi sentuhan kasih sayang yang lainnya sehingga si kecil merasa nyaman. Atau ketika si kecil menangis, segera cari tau apa penyebabnya dan apabila sudah tau maka segera berikan pada si kecil, jangan tunda keinginan si kecil karena bisa menjadi pemicu stress.
  2. Orangtua sebisa mungkin tidak memaksakan sesuatu pada si kecil yang mengakibatkan si kecil tertekan dan berontak. Contohnya yaitu ketika si kecil susah makan, maka orangtua sebisa mungkin tau dan tidak memaksa balitanya untuk menghabiskan makanannya, tapi bangun kesepakatan dengan si kecil agar mau makan dengan porsi yang dikurangi.
  3. Tidak menakut-nakuti sikecil dengan sesuatu yang tidak rasional, karena akan membuat si kecil penakut dan mudah cemas. Contohnya yaitu ketika si kecil tidak mau tidur siang maka orangtua seringkali secara instan menakut-nakuti si kecil dengan ada hantu atau biar dibawa tukang rombeng, dll. Memang dengan ditakuti seperti itu si kecil cepat patuh dan segera mengikuti aturan, tetapi dibalik itu semua ada sesuatu yang mahal dan tidak mudah mengembalikan ke dalam kondisi psikologis yang sehat.

Bagaimana dengan stress pada anak pra sekolah?

Stress tidak pandang bulu, bisa menimpa siapapun, akan tetapi ada satu masa yang perlu mendapat perhatian dari orangtua. Yaitu masa 3-5 tahun. Masa awal sekolah merupakan saat rawan anak mengalami stress. Pada masa ini si kecil akan menemukan hal-hal baru, peraturan barudi sekolah yang berbeda dengan peraturan yang dia kenal sebelumnya, teman-teman baru dimana si kecil harus bisa adaptasi. Akan tetapi tidak semua kondisi serba baru tersebut bisa menyebabkan si kecil stress. Tiap individu memiliki kemampuan mengatasi tekanan yang berbeda satu sama lain. Selain itu munculnya stress ini juga sangat bergantung pada berapa lama si kecil berada pada kondisi yang membuatnya merasa tertekan.

Kondisi janin dengan ibu stress

Selain pengasuhan dan perawatan yang dilakukan orangtua setelah si kecil lahir, kondisi psikologis ibu selama hamil merupakan hal yang harus diperhatikan agar tumbuh kembang anak akan maksimal.

Kondisi psikologis berupa penerimaan, kesiapan, ketenangan dan perasaan bahagia ibu selama kehamilan maupun kondisi yang bertentangan seperti perasaan menolak, adanya stress atau situasi yang menekan akibat konflik dengan suami atau lingkungan ternyata sangat berpengaruh pada sekresi hormon tumbuh kembang dan secara tidak langsung kondisi tersebut mempengaruhi perilku anak dalam kandungan maupun setelah lahir kelak.

Kondisi psikologis yang sehat mengakibatkan ibu bahagia dengan kehamilannya dan menikmati kehamilannya tersebut, sehingga janinpun merasa aman. Demikian pula sebaliknya, seorang anak yang perilakunya menyimpang setelah diteliti ternyata kebanyakan riwayat kehamilan ibunya penuh dengan tekanan. Oleh karena itu sangat penting untuk menjaga stabilitas emosi ibu hamil.

Pustaka:

Hoerlock, 1995, Psikologi Perkembangan, Penerbit EGC, Jakarta