Bagaimana Merawat Anggota Keluarga Pasca Gangguan Jiwa di Rumah ?
Pendahuluan
Coba bayangkan jika anggota keluarga anda mengalami gangguan jiwa. Bagaimana perasaan anda? Bagaimana anda akan mempersiapkan diri anda sebagai anggota keluarga yang bertanggung jawab terhadap kesehatan keluarga agar tidak kambuh? Atau anda menyangka bahwa selepas dari rumah sakit jiwa atau layanan kesehatan lain maka anda merasa itu sudah selesai? Cukupkah itu? Atau mungkin anda hanya cukup waspada tanda tanda kekambuhan lalu tinggal mengirimkan ke RS Jiwa dan sejenisnya? Jawabannya adalah : “Tidak cukup!”.
Mengapa keluarga penting mengetahui tentang perawatan anggota keluarga pasca gangguan jiwa di rumah?
Keluarga penting berperan sebagai perawat terhadap anggota keluarga yang mempunyai riwayat gangguan jiwa karena alasan-alasan sbb:
- Keluarga adalah tempat dimana individu memulaihubungan interpersonal
- Keluarga mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku( Clemen dan Buchanan, 1982)
- Keluarga mempunyai fungsi dasar seperti : memberi kasih sayang, rasa aman, rasa dimiliki, menyiapkanperan kedewasaan individu di masyarakat( Spradly, 1985)
- Keluarga adalah suatu sistem artinya bila salah satu anggota keluarga terganggu/sakit akan mengganggu keluarga lainnya
Keluarga adalah tempat dimana individu memulai hubungan
Kita pasti mengakui bahwa keluarga adalah asal dan awal kita mulai berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas. Bahkan begitu seorang anak mulai dapat mengingat maka ingatan awal kenangan hubungan adalah keluarga, mungkin Ibunda, Ayah atau saudara atau siapapun sebagai suatu keluarga. Sukses dan berhasilnya suatu hubungan seseorang individu di masyarakatdiawali dari dari sukses tidaknya individu tersebut dalam kesuksesan untuk beradaptasi dalam keluarga.
Keluarga mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku
Pengaruh terbesar dari konsep baik atau buruk, konsep utama atau tidak, konsep penghargaan terhadap sesuatu, bahkan konsep ketuhanan yang mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan saat ini dan akan datang banyak dipengaruhi oleh keluarga sebagai sumber-sumber awal pembelajaran kehidupan. Sebuah contoh sederhana : orang tua yang selalu melatih anak agar biasa sikat gigi. Orang tua tersebut melakukan ritual pembiasaan sakit gigi berangkat dari penghargaan akan “nilai” pentingnya kesehatan mulut terutama gigi dengan memahami aspek fungsi gigi, aspek estetika gigi, dan berangkat dari keyakinan dan penyadaran bahwa setiap karunia dari pencipta merupakan suatu hal yang harus disyukuri dengan merawat dan memeliharanya sejak dini. Perilaku pembiasaan tersebut juga berangkat dari pengetahuan tentang proses terjadinya “gigi sakit” dan “gigi sehat”.
Keluarga mempunyai fungsi dasar seperti : memberi kasih sayang, rasa aman, rasa dimiliki, menyiapkanperan kedewasaan individu di masyarakat.
Keberadaan diri dan kebahagiaan hidup seorang individu dipengaruhi oleh kesadaran bahwa dirinya disayangi, dimiliki,dan perasaan aman. Dalam suatu keluarga sudah merupakan suatu yang kodrat ditumbuhkan rasa cinta, kasih sayang, saling melindungi, memiliki, dan menyayangi. Semua bentuk emosi tersebut adalah bagian dari kesehatan jiwa yang merupakan sumber kekuatan untuk mengawali semua aktivitas kehidupan yang menyehatkan dan dinamis.Lawan dari ini adalah rasa sunyi, terusir, terhina, dan senantiasa merasa terancam.
Keluarga adalah suatu sistem artinya bila salah satu anggota keluarga terganggu/sakit akan mengganggu keluarga lainnya
Sistem adalah hubungan yang saling mempengaruhi antar elemen-elemen yang bertujuan menghasilkan capaian suatu tujuan. Dalam suatu sistem keluarga unsur-unsurnya adalah ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang mungkin hidup bersama dan di akui sebagai keluarga. Seorang anak yang sakit mempengaruhi kebahagiaan ayah dan ibu – nya. Seorang Ibu yang meninggal dunia akan membuat anggota keluarga lain bersedih dan mengubah peran dan fungsi anggota lain dalam keluarga. Seorang anak yang berhasil dan sukses dalam suatu prestasi menciptakan kebahagiaan individu-individu lain dalam keluarga. Hubungan dalam keluarga yang kompleks didasarkan pada nilai-nilai bersama yang dijunjung. Pelanggaran terhadap nilai mengarah pada konflik baik konflik laten maupun manifest. Keluarga yang menyepakati suatu nilai berinteraksi secara harmonis dan selaras menjadikan individu yang sehat mental dan menghasilkan keluarga sehat jiwa.
Dengan kata lain keluarga memiliki peranan penting bagi peristiwa terjadinya gangguan jiwa dan proses penyesuaian kembali setelah program perawatan di RS. Banyak keluarga kurang menyadari pentingnya hal tersebut.
Ada hasil penelitian (Sullinger, 1998 dalam Albertus, 2013) menunjukkan bahwa faktor penyebab gangguan jiwa yaitu :
- Klien sendiri
- Dokter sebagai penulis resep
- Perawat sebagai penanggung jawab kasus
- Keluarga
Oleh karena itu tim kesehatan bertanggung jawab terhadap penataan, pemantauan, dan kesiapankeluarga dalam merawat anggota keluarga pasca perawatan di rumah sakit jiwa. Tim kesehatan di layanan rumah sakit yang sering berhubungan dengan pasien terdiri dari :
- Perawat termasuk mahasiswa perawat
- Psikolog termasuk mahasiswa psikologi
- Dokter umum
- Dokter Spesiasilis Jiwa
- Dokter peserta PPDS jiwa
- Pekerja sosial
Tim tersebut harus mempersiapkan pasien agar dapat kembali ke tempat tinggal masing-masing dan agar keluarga mampu menambah peran dirinya sebagai perawat yang efektif dan bermutu di rumah dan mencurahkan perhatian terhadap anggota keluarga yang sakit.
Apa yang perlu diketahui anggota keluarga?
Sebagai persiapan anggota keluarga merawat anggota nya yang sakit keluarga perlu mengetahui beberapa hal sbb :
- Diagnosa penyakit
- Perkembangan perilaku selama di rawat di rumah sakit
- Faktor pencetus munculnya gejala
- Faktor penyebab dan faktor resiko munculnya gejala
- Perawatan dan penanganan selama di rumah.
Gangguan jiwa yang perlu mendapat perhatian hampir pasti adalah gangguan jiwa kronis, karena gangguan jiwa kronis sembuh tetapi mungkin saja bersifat latent dan sewaktu waktu bisa termanifestasikan dalam gejala dan perilaku yang sama atau mirip.
Pengertian gangguan jiwa kronis didasari 3 aspek (Dabrowski dan Stanza, 1988 dalam A. Setijono, 2013)
- Berat gangguan yang digambarkan melalui diagnosa medik/penyakit
- Lama gangguan yang ditentukan melalui lamanya dirawat di RS
- Tingkat kemampuan mandiri klien utk berfungsi
Berat gangguan yang digambarkan melalui diagnosa medik/penyakit
Diagnosa gangguan jiwa yang telah ditegakkan akan menggambarkan berat-ringannya suatu penyakit.
Lama gangguan yang ditentukan melalui lamanya dirawat di RS
Semakin lama seseorang di rawat dirumah sakit maka semakin jelek prognosa penyakit. Hal ini berkaitan dengan dua hal :
- Semakin lama dirawat, semakin tidak siap pasien untuk kembali ke lingkungan rumah sebelumnya.
- Semakin lama dirawat, mungkin pasien menjadi hanya adaptif dengan lingkungan rumah sakit, dan kurang siap beradaptasi di luar lingkungan rumah sakit .
Bahkan ini senada dengan pendapat Strokes dan Keen, 1987(dalam A. Setiono, 2013) bahwa semakin lama dirawat di rumah sakit semakin membawa dampat negatif bagi klien yaitu hilangnya inisiatif dan tanggung jawab, apathis dan menghindari kontak dengan orang lain, dan tidak aktif dalam pengobatan
Hilangnya inisiatif dan tanggung jawab
Rumah sakit merupakan lingkungan yang di batasi dan paling ‘memahami’ keadaan mental penderita sehingga rumah sakit ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga menciptakan stimuluslingkungan yang fasilitatif untuk kesembuhan penderita. Hal ini kadang-kadang menciptakan situasi dimana penderita adalah menjadi obyek. Peran sebagai pasien di rumah sakit juga melepaskan tanggung jawab sosial di masyarakat . Kadang-kadang selepas dari rumah sakit penderita menjadi nyaman hidup dengan ‘ringannya’ tanpa tanggung jawab.
Apathis dan menghindari kontak dengan orang lain
Pendapat Stroke dan Keen (1987 dalam A.Setijono, 2013) yang menyatakan bahwa rumah sakit menciptakan hasil penderita orang yang apatis dan menghindari kontak dengan orang ini tepat bagi penderita gangguan jiwa. Keluarga pasien dengan gangguan jiwa cenderung menutupi kondisi sebenarnya terhadap orang sekitar karena berbagai sebab. Kemungkinan penyebab itu bisa berupa takut stereotipe sosial keturunan gangguan jiwa, yang mempengaruhi penghargaan masyarakat terhadap keluarga tersebut, mengurangi kewibawaan, dan harga diri keluarga, bahkan nama baik.
Hal ini menghalangi pasien dari dikunjungi oleh tetangan, karib, kerabat dan handai tolan karena ditutup-tutupinya keadaan yang sebenarnya. Hal ini akan berbeda jika penyakit yang diderita adalah penyakit fisikal. Maka lumrah dan wajar apabila kemudian keluarga menyampaikan musibah yang sedang dialami kepada tetangga, karib kerabat dan handai tolan . Budaya di Indonesia menunjukkan budaya yang tinggi dengan mengunjungi dan memberikan bantuan moral bahkan material dengan mengunjungi orang sakit tersebut sehingga justeru pasien akan mempunyai kesempatan yang besar untuk kontak dengan orang lain bahkan orang lain yang selama sehat tidak berjumpa justeru kondisi sakit memudahkan pertemuan-pertemuan.
Tingkat kemampuan mandiri klien utk berfungsi
Tingkat kemampuan berfugnsi ini berkaitan dengan sejauh mana keluarga akan memberikan bantuan dan bimbingan berkaitan dengan peran dan fungsi yang tidak sanggup di lakukan oleh pasien/ penderita.
Apa yang perlu diketahui keluarga tentang kekambuhan penderita ?
Sebagai orang terdekat dengan pasien keluarga perlu mengetahui alasan pasien kambuh dan perlu perawatan di rumah sakit.. Penyebab tersering yaitu berkaitan dengan kontinuitas konsumsi obat, dokter pemberi resep, perawat sebagai case manager, dan keluarga itu sendiri.
Klien gagal makan obat dengan teratur, sehingga terdapat, kecenderungan untuk kambuh (25 – 50 % klien pulang dari RS) tidak makan obat dengan teratur. Gagal minum obat dapat disebabkan oleh banyak hal. Hal tersebut bisa mencakup satu atau lebih sbb :
- Ketidak-tahuan cara kerja obat
- Perasaan sudah sembuh
- Kurang berperannya keluarga dalam jaminan kontinuitas minum obat
- Kebosanan dari pasien
Dokter (Pemberi resep)
Makan obat teratur dapat mengurangi kambuh, tetapi pemakaian obat neuroleptik terlalu lama dapat menimbulkan “Tardive Dyskinesia” (gerakan tidak terkontrol) untuk hal tersebut dokter harus tetap waspada mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kambuh dan timbulnya efek samping.
Penanggung jawab kasus (case manager) biasanya Perawat.
Penanggung jawab kasus harus mempunyai kesempatan banyak utk bertemu klien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala ini dan mengambil tindakan, Misalnya :
- nervous,
- sukar tidur,
- sukar berkonsentrasi,
- tidak ada nafsu makan,
- tidak ada minat, depressi, menarik diri.
Keluarga
Memperlihatkan bahwa keluarga dengan ekspressi emosi yang tinggi lebih banyak kecenderungan klien kambuh dari pada keluarga dengan ekspressi emosi yang rendah, sehingga terapi keluarga perlu diberikan untuk menurunkan ekspressi emosi.
Perawatan Klien dikeluarga
Asuhan Kep. Berkelanjutan adalah rentang program dari pelayanan di RS sampai pelayanan di Masyarakat dan sebaliknya, berfluktuasi dari Sehat -Sakit - SehatPerawatan klien dikeluarga merupakan rentang program berkelanjutan dan tidak dapat berdiri sendiri dari Program di RS
Sumber Pustaka :
*) Naskah dikembangkan dari Catatan Kuliah Albertus Setijono, S.ST., M.Pd.