Talkshow Hari Gizi Nasional 2011

Dalam rangka memperingati Hari Gizi Nasional ke 60 Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) DPD Jawa Timur mengadakan Talkshow. Acara tersebut diadakan pada tanggal 12 Februari 2011 di Gedung Pusat Diagnostik Terpadu RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Talkshow dengan topik "Menuju Gizi Baik Melalui Fortifikasi dan Gizi Seimbang" tersebut diharidi oleh lebih dari 250 peserta.

Dalam sambutan di acara pembukaan, Direktur RSUD Dr. Soetomo Dr.dr. Slamet R. Yuwono, DTMH, MARS menyampaikan bahwa peran ahli gizi di rumah sakit telah ditetapkan sebagai salah satu pilar pelayanan, selain pilar yang lain yaitu pelayanan medis, perawatan, dan farmasi. Menurut Ketua PERSAGI DPD Jawa Timur, Andryanto, SH, M.Kes., tujuan diadakannya acara tersebut adalah untuk membekali peserta khususnya ahli gizi dengan perkembangan terkini khususnya dalam bidang pendekatan pencapaian gizi seimbang. Diharapkan peserta akan mendapatkan sesuatu yang dapat dimanfaatkan ahli gizi dalam menjalankan tugas sehari-harinya terutama terkait dengan penggunaan teknologi tepat guna dalam hal fortifikasi tambah ketua Panitia Rofiki, SST.

Bertindak sebagai nara sumber adalah Kepala Dinas Kesehatan Jatim Dr. Dodo Anondo, MPH, guru besar IPB Prof. Soekirman dan dosen Jurusan Gizi Poltekkes Malang Yohanes Kristianto, MFT. Dalam acara yang dipandu oleh Heru Nugroho, SKM, M.Kes tersebut Dr. Dodo menyampaikan bahwa di Jatim masih terdapat masalah kurang gizi dan perlu ditangani secara serius untuk membuktikan bahwa ahli gizi memiliki peran yang penting.

Untuk mendapatkan keadaan kesehatan yang optimal diperlukan gizi seimbang, bukan menu seimbang. Konsep gizi seimbang mencakup makanan yang bervariasi, aktivitas fisik dan olah raga yang teratur, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta menjaga berat badan ideal. Konsep inilah yang selanjutnya dituangkan dalam pedoman "gizi seimbang". Permasalah gizi seperti kegemukan, diabetes, stroke, hipertensi, penyakit jantung telah mewabah dan bukan dominasi masyarakat berpenghasilan baik saja. "Masalah kekurangan gizi dapat dengan sendirinya hilang seiring dengan perbaikan ekonomi masyarakat. Sehingga masalah gizi tidak hanya dapat diselesaikan dengan ESLS saja. Kebutuhan akan semua zat gizi tubuh harus dipenuhi secara optimal", lanjut beliau yang juga ketua Koalisi Fortifikasi Indonesia.

Untuk menyediakan zat gizi dalam jumlah, ragam, dan kualitas yang cukup pendekatan fortikasi telah lama diimplementasikan secara luas. Namun keberhasilannya memerlukan dipertimbangkannya faktor lokal dimana program fortifikasi diterapkan, tambah Yohanes Kristianto, MFT. "Meskipun metode fortifikasi kini telah menggunakan teknologi modern seperti enkapsulasi, teknologi nano, biofortifikasi maupun rekayasa genetika, namun pendekatan bernuansa daerah tetap diperlukan, misalnya dengan metode small scale fortification (SSF) dan  in-home fortification terutama untuk daerah marginal. Di daerah dimana premix vitamin dan mineral tidak bisa didapatkan sebagai fortifikan, dapat digunakan pendekatan pengembangan resep/formula makanan dengan menggunakan teknik substitusi", demikian pernyataan Yohanes.(yk)